Selasa, 08 September 2009

BAB II teori Kesalahan

Pada pengukuran dan Pemetaan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja tersebut, sehingga semua itu tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada pengukuran dan pemetaan terdiri dari tiga kesalahan, yaitu :

1. Kesalahan Sistematis (Sistematical Error)
Kesalahan Sistematis adalah kesalahan yang terjadi karena faktor peralatan dan kondisi alam. Peralatan yang dibuat oleh manusia walaupun dibuat dengan tingkat akurasi tinggi tetap masih mempunyai keterbasan pada ketelitian. Alam turut mempengaruhi hasil pengukuran dan pemetaan karena perbedaan suhu, temperatur, dan kondisi alam dilapangan.
cara yang digunakan untuk mengeliminasi/mengurangi kesalahan secara sistematis adalah dengan cara membuat sautu prosedur pengukuran atau mengkondisikan suatu keadaan.
eliminasi kesalahan pada sistem alat.
a. sipat datar KDV : - melakukan pengukuran kesalahan garis bidik dengan pembacaan rambu belakang dan rambu muka pada dua kali alat berdiri (2 stand)
b. polygon KDH : - melakaukan pengukuran sudut pada posisi teropong biasa dan luar biasa.
c. tachymetri : - tidak diharuskan.

eliminasi kesalahan pada kondisis sistem alam.
a. sipat datar KDV : - jarak belakang dibuat hampir sama dengan jarak muka.
- jumlah slag dibuat genap
- bacaan rambu antara 0.3 m s/d 2.75 m (rambu ukur 3 m)
b. polygon KDH : - membuka kunci bonsoulle (T0 Wild)agar pengaruh magnet sektor dapat diminimalisir.
- melakukan pengukuran astronomi.
c. tachymetri : - membuka kunci bonsoulle (T0 wild)
- melakukan pengukuran astronomi.

Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu prosedur untuk mengetahui kemungkinan munculnya kesalahan pada peralatan dan melakukan upaya untuk dapat mengeliminirnya atau bahkan untuk menghilangkan kesalahan tersebut.

2. Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan Acak adalah kesalahan yang terjadi karena keterbatasan pada poanca indera manusia. Keterbatasan tersebut dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidakmengertian pada instrument, atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan. Untuk menanggulanginya diperlukan koreksi-koreksi dengan pendekatan ilmu-ilmu statistik, pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol dan penyikat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran.
cara yang digunakan untuk mengeliminasi/mengurangi kesalahan secara acak adalah dengan cara menggunakan ilmu statistika atau ditung peralatan (adjusment)
cara mengeliminasi kesalahan acak :
- sipat dasar KDV :

3. Kesalahan Besar (Blunder)
Kesalahan besar dapat terjadi apabila oprator atau surveyor melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak terjadi akibat dari kesalahan pada pembacaan dan penulisan nilai-nilai yang diambil dilapangan. Dengan demekian jika terjadi kesalahan besar maka pengukuran harus diulang atau data tersebut harus dibuang dan diganti dengan data yang baru, jika memang data tersebut tidak terlalyu berpengaruh pada pada hasil pengukuran dan pemetaan.

Kesalahan kerangka dasar vertikal
Kesalahan dapat terjadi akibat tidak berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan arah garis vertikal. Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan merata-ratakan dari observasi dengan teleskopdalam posisi normal dan dalam posisi kebalikan, maka pengukuran haruslah dilaksanakan dengan hati-hati, terutama pada saat pengukuran untuk sasaran dengan elevasi yang besar.

Kesalahan kerangka dasar horizontal
Kesalahan ini dapat terjadi akibat sumbu horizontal tidak tegak lurus terhadap sumbu vertikal. Untuk mengoreksi kesalahan pada pengukuran kerangka dasar horizontal dapat dilakukan koreksi secara sistematis pada pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui empat atau dua buah titik ikat bergantung pada kontrol sempurna atau sebagian saja.

Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variable yang menentukan untuk memperoleh koordinat definif tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus dipenuhi terlebih dahulu adalah syarat sudut baru kemudian syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor –faktor lain, sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode, yaitu :
1. Metode Bowditch
Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung.
2. Metode Transit

Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan proyeksi jarak langsung terhadap sumbu x ( untuk absis ) dan terhadap y ( untuk ordinat ). Semakin besar jarak datar langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar, demikian pula sebaliknya.

Senin, 07 September 2009

Resume ILmu Ukur Tanah 1

Ilmu ukur tanah adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi permukaan bentuk bumi baik unsure alam maupun unsure buatan manusia pada bidang datar dengan cakupan ½o x ½o atau 55 km x 55 km. ilmu ukur tanah merupakan bgian dari ilmu geodesi, ilmu ukur tanah dinamakan juga (plan Surveying).
Ilmu geodesi adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi babik unsure alam maupun unsure buatan manusia yang memperhatikan kelengkungan bumi atau cakupan wilayah lebih dari ½o x ½o atau 55 km x 55 km.
Pekerjaan-pekerjaan pada ilmu ukur tanah terdiri dari :
1. Pengukuran Kerangka dasar Vertikal (KDV)
2. Pengukuran Kerangka dasar Horizontal (KDH)
3. Pengukuran titik Detail
Pengukuran KDV dapat terdiri dari :
a. Pengukuran sipat datar => alat yang digunakan Water pass
b. Pengukuran trigonometric => Theodolit
c. Pengukuran barometris => Barometer

Pengukuran kerangka dasar Horizontal (polygon)
• Polygon visual : 1. Polygon terbuka 2. Polygon tertutup
1. Polygon terikat sempurna => a. terikat sudut b. terikat koordinat
2. Polygon terikat sebagian => polygon terikat sudut saja atau koordinat saja.
3. Polygon tidak terikat

• Triangulasi jaring-jaring yang di ukur sudut-sudutnya saja.

• Trilaterasi jaring-jaring yang di ukur sisi-sisinya saja


• Triangulaterasi jaring-jaring yang dapat diukur sudut dan sisi-sisinya.
a) Chain survey
Alat yang diperlukan dalam teknik ini adalah: kompas, 2 buah rol meter (biasanya 20- 50 meter), beberapa tongkat setinggi 2 meter yang salah satu ujungnya runcing, sejumlah patok, buku catatan, dan pensil. Teknik survei ini mencakup dua metode dasar, yaitu offset survey dari sebuah garis dasar (baseline) dan compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang sama. Bila tingkat akurasi yang diharapkan tidak terlalu tinggi, kedua metode tersebut berguna untuk membuat peta situs secara cepat.
Offset Survey
Teknik ini dapat digunakan bila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit dan pematang, atau dapat pula digunakan pada objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan, seperti sebaran artefak paleolitik atau sebaran artefak di situs bengkel neolitik. Teknik ini dapat pula dipakai untuk membuat layout kotak-kotak untuk ekskavasi, atau untuk mencatat indikasi permukaan tanah dan kegiatan pengoleksian artefak.
Langkah-langkah (lihat Farrington 1997):
Pilih titik awal untuk melakukan survei - disebut sebagai titik (stasiun) A _ pada jarak 3-15 m dari titik sudut terluar dari suatu situs. Tandai stasiun A dengan tongkat. Tariklah baseline dari stasiun A ke stasiun B. Baseline ini usahakan untuk sejajar dengan axis situs atau objek. Stasiun B juga harus berada pada jarak yang cukup jauh dari sudut luar lain dari suatu situs. Tandai pula stasiun B dengan tongkat.
Catatan: bila situs atau objek survei itu panjang dan berbentuk kurva, maka perlu dibuat baseline kedua dari stasiun B ke stasiun C Ukur dan catat panjang baseline. Panjang baseline biasanya sama dengan panjang maksimum suatu rol meter.
Berdirilah sejauh 5 m di belakang stasiun A dan tembak stasiun B dengan kompas, catat posisinya dalam derajat.
(1) Perpendicular Offset
Pada dasarnya metode ini digunakan untuk mencatat posisi tiap titik (gejala) yang sudah dicatat pada sket (lihat gambar II.1) terhadap baseline. Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Letakkan rol meter di sepanjang baseline. Berjalanlah di sepanjang baseline dari stasiun A menuju ke stasiun B sampai titik 1 berada tegak lurus baseline. Untuk memperoleh perpotongan yang tegak lurus antara kedua garis tersebut, dapat digunakan penggaris siku, rumus Trigonometri, kompas, atau dengan perkiraan saja. Tandai titik perpotongan tadi (tanda X) dengan patok. Ukurlah jarak antara stasiun A dengan titik X dan dari titik X ke titik 1. Catatlah hasil pengukuran tersebut di dalam buku catatan lapangan Lakukan hal yang sama untuk titik-titik yang lain, sesuai nomor urut yang telah ditentukan.
(2) Intersection
Metode ini cocok untuk diterapkan pada titik (gejala) yang letaknya saling berjauhan (lebih dari 10 m). Dalam metode ini, titik (gejala) yang disurvei dapat diplot melalui pengukuran dari stasiun A dan B yang lokasinya tetap. Jarak stasiun A dan B haruslah cukup jauh dari objek survei. Pengukuran dapat dilakukan dengan atau pun tanpa kompas (lihat gambar II.3, II.4). Dalam survei tanpa kompas, alat utama yang digunakan adalah rol meter.
Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan kompas adalah sebagai berikut. Dari stasiun A bidik dengan kompas semua titik (gejala) yang sudah ditandai secara berurutan, dimulai dari titik 1. Pada waktu membidik titik tersebut, berdirilah padajarak 5 m di belakang stasiun A. Pindahlah ke stasiun B, ulangi pengukuran dengan cara yang sama, untuk semua titik (gejala). Pengukuran dikatakan akurat bila sudut yang diperoleh berkisar antara 35o-145o. Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan rol meter adalah sebagai berikut. Tempatkan ujung sebuah rol meter di stasiun A, dan sebuah lagi di stasiun B Ukurlah jarak tiap-tiap titik (gejala) dari kedua stasiun. Teknik ini mempunyai keterbatasan pada pengontrolan besar sudut yang diperoleh dari hasil pengukuran dari kedua stasiun.

b) Theodolite Survey
Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations (Farrington 1997). Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997). Alat-alat yang diperlukan: sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Cara pembacaan sudut berbeda antara satu tipe teodolit dengan tipe yang lain. Tiap teodolit mempunyai sebuah skala vernier.

Minggu, 16 Agustus 2009

PASKIBRAKA , Kalian Siap?


Malam ini para pasukan pengibar bendera pusaka (PASKIBRAKA) mungkin sedang cemas menanti hari esok, yaitu hari puncak dimana meraka harus bertugas, mengemban amanat dari seluruh bangsa indonesia. Mengibarkan Sang "Merah Putih" Sampai pada puncak tiangnya. Hal ini pun pernah saya alami dulu ketika di beri kepercayaan menjadi seorang paskibraka kota cimahi. perasaan cemas akan keslahan yang akan terjadi ketika pengibaran sang saka pun muncul ketika malam pengukuhan, tapi perasaan bangga bisa dipercaya melaksanakan tugas tersebut mengalahkan rasa takut itu. dalam hati hanya ada dua kata yang sering saya ucapkan "Saya, Siap!". motivasi dari para pelatih membuat saya percaya diri dan merasa mampu untuk melaksanakan tugas besar tersebut. hal itu pun pasti sudah diucapkan oleh meraka para pakibraka tahun 2009. kesiapan meraka mengalahkan segalanya,,,!!!!

Gaya Belajar

GAYA BELAJAR

Apakah Anda pernah menyadari bagaimana gaya Anda ketika belajar sesuatu? Bersuarakah mulut Anda ketika sedang menghafal sesuatu? Seringkah Anda belajar sambil menulis-nulis di selembar kertas kosong? Atau Anda belajar/menghafal, cukup dengan membaca (sambil diam konsentrasi) saja?

Tiap orang punya gaya belajar masing-masing. Secara umum gaya belajar seseorang dapat dibedakan menjadi 3 kategori (dikutip dari sini)

  1. Auditory : orang yang termasuk dalam tipe ini mengandalkan indera pendengarannya saat belajar. Di sekolah misalnya, orang tipe auditory ini akan lebih mengerti pelajaran saat guru “cuap-cuap” mengajar di depan kelas. Orang bertipe auditory umumnya akan mengeluarkan suara ketika menghafal sesuatu. Dia butuh sesuatu yang didengarkan oleh indera pendengarannya bahkan ketika dia sedang belajar sendirian.
  2. Visual : orang dengan gaya belajar visual akan mengandalkan penglihatannya saat belajar. Gampangnya seperti ini = “tunjukkan pada saya dan saya akan mengerti”. Biasanya orang tipe ini senang belajar dengan membaca (diam), memperhatikan orang mengerjakan sesuatu (senang diberi contoh).
  3. Kinesthetic : tipe belajar ini menggunakan indera peraba, dengan merasakan sesuatu menggunakan indera peraba (tangan). Orang dengan tipe kinesthetic ini harus aktif mengerjakan sesuatu agar dapat mengerti, daripada sekadar duduk diam membaca atau duduk diam mendengarkan guru mengajar. Dengan tipe ini, orang butuh praktek ketika mempelajari sesuatu.

Biasanya tidak ada orang yang 100% berada dalam salah satu tipe itu. Biasanya orang memiliki lebih dari 1 tipe belajar, hanya memang satu tipelah yang paling dominan. Saya sendiri termasuk dalam tipe auditory dan kinesthetic. Dari mana saya bisa tahu apa tipe belajar saya?

Pertama, saat menghafal sesuatu (entah mengafal rumus atau sekadar menghafal nama orang ketika berkenalan) saya pasti akan bersuara. Kedua, saya sangat terganggu dengan suara-suara gaduh di sekitar saya ketika saya sedang mencoba berkonsentrasi. Ketiga, ketika saya belajar sesuatu saya senang mencorat-coret kertas, membuat sketsa, menulis/mengetik ringkasan. Keempat, saya lebih cepat belajar sesuatu ketika saya sudah memraktekkan (mencoba melakukan) sendiri apa yang sedang saya pelajari. Dua bukti pertama tadi membuktikan kalau saya termasuk orang dengan tipe auditory. Dua bukti terakhir meyakinkan saya kalau saya juga termasuk orang dengan tipe belajar kinesthetic. Di antara 2 tipe tadi, saya lebih dominan dalam tipe auditory.

1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.


Ciri-ciri gaya belajar visual :

  1. Bicara agak cepat
  2. Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
  3. Tidak mudah terganggu oleh keributan
  4. Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
  5. Lebih suka membaca dari pada dibacakan
  6. Pembaca cepat dan tekun
  7. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
  8. Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
  9. Lebih suka musik dari pada seni
  10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

  1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
  2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
  3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
  4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
  5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.


Ciri-ciri gaya belajar auditori :

  1. Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
  2. Penampilan rapi
  3. Mudah terganggu oleh keributan
  4. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
  5. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
  6. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
  7. Biasanya ia pembicara yang fasih
  8. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
  9. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
  10. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
  11. Berbicara dalam irama yang terpola
  12. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara


Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :

  1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
  2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
  3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
  4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
  5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.


3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.


Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :

  1. Berbicara perlahan
  2. Penampilan rapi
  3. Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
  4. Belajar melalui memanipulasi dan praktek
  5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
  6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
  7. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
  8. Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
  9. Menyukai permainan yang menyibukkan
  10. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
  11. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:

  1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
  2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
  3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
  4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
  5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Gaya Belajar Efektif

Setiap orang pasti mempunyai cara atau gaya belajar yang berbeda-beda. Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif, artikel berikut menjelaskan tujuh gaya belajar yang mungkin beberapa diantaranya bisa di terapkan pada anak didik kita :

1. Belajar dengan kata-kata.

Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.

2. Belajar dengan pertanyaan.

Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil akhir atau kesimpulan.

3. Belajar dengan gambar.

Ada sebagian orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu.

4. Belajar dengan musik.

Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara mengingat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimana lagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.

5. Belajar dengan bergerak.

Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.

6. Belajar dengan bersosialisasi.

Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.

7. Belajar dengan Kesendirian.

Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri.

Rabu, 06 Juli 2005

Yang Baru?

Pingin Yang baru ni....
hehehe