Selasa, 08 September 2009

BAB II teori Kesalahan

Pada pengukuran dan Pemetaan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja tersebut, sehingga semua itu tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada pengukuran dan pemetaan terdiri dari tiga kesalahan, yaitu :

1. Kesalahan Sistematis (Sistematical Error)
Kesalahan Sistematis adalah kesalahan yang terjadi karena faktor peralatan dan kondisi alam. Peralatan yang dibuat oleh manusia walaupun dibuat dengan tingkat akurasi tinggi tetap masih mempunyai keterbasan pada ketelitian. Alam turut mempengaruhi hasil pengukuran dan pemetaan karena perbedaan suhu, temperatur, dan kondisi alam dilapangan.
cara yang digunakan untuk mengeliminasi/mengurangi kesalahan secara sistematis adalah dengan cara membuat sautu prosedur pengukuran atau mengkondisikan suatu keadaan.
eliminasi kesalahan pada sistem alat.
a. sipat datar KDV : - melakukan pengukuran kesalahan garis bidik dengan pembacaan rambu belakang dan rambu muka pada dua kali alat berdiri (2 stand)
b. polygon KDH : - melakaukan pengukuran sudut pada posisi teropong biasa dan luar biasa.
c. tachymetri : - tidak diharuskan.

eliminasi kesalahan pada kondisis sistem alam.
a. sipat datar KDV : - jarak belakang dibuat hampir sama dengan jarak muka.
- jumlah slag dibuat genap
- bacaan rambu antara 0.3 m s/d 2.75 m (rambu ukur 3 m)
b. polygon KDH : - membuka kunci bonsoulle (T0 Wild)agar pengaruh magnet sektor dapat diminimalisir.
- melakukan pengukuran astronomi.
c. tachymetri : - membuka kunci bonsoulle (T0 wild)
- melakukan pengukuran astronomi.

Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu prosedur untuk mengetahui kemungkinan munculnya kesalahan pada peralatan dan melakukan upaya untuk dapat mengeliminirnya atau bahkan untuk menghilangkan kesalahan tersebut.

2. Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan Acak adalah kesalahan yang terjadi karena keterbatasan pada poanca indera manusia. Keterbatasan tersebut dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidakmengertian pada instrument, atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan. Untuk menanggulanginya diperlukan koreksi-koreksi dengan pendekatan ilmu-ilmu statistik, pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol dan penyikat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran.
cara yang digunakan untuk mengeliminasi/mengurangi kesalahan secara acak adalah dengan cara menggunakan ilmu statistika atau ditung peralatan (adjusment)
cara mengeliminasi kesalahan acak :
- sipat dasar KDV :

3. Kesalahan Besar (Blunder)
Kesalahan besar dapat terjadi apabila oprator atau surveyor melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak terjadi akibat dari kesalahan pada pembacaan dan penulisan nilai-nilai yang diambil dilapangan. Dengan demekian jika terjadi kesalahan besar maka pengukuran harus diulang atau data tersebut harus dibuang dan diganti dengan data yang baru, jika memang data tersebut tidak terlalyu berpengaruh pada pada hasil pengukuran dan pemetaan.

Kesalahan kerangka dasar vertikal
Kesalahan dapat terjadi akibat tidak berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan arah garis vertikal. Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan merata-ratakan dari observasi dengan teleskopdalam posisi normal dan dalam posisi kebalikan, maka pengukuran haruslah dilaksanakan dengan hati-hati, terutama pada saat pengukuran untuk sasaran dengan elevasi yang besar.

Kesalahan kerangka dasar horizontal
Kesalahan ini dapat terjadi akibat sumbu horizontal tidak tegak lurus terhadap sumbu vertikal. Untuk mengoreksi kesalahan pada pengukuran kerangka dasar horizontal dapat dilakukan koreksi secara sistematis pada pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui empat atau dua buah titik ikat bergantung pada kontrol sempurna atau sebagian saja.

Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variable yang menentukan untuk memperoleh koordinat definif tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus dipenuhi terlebih dahulu adalah syarat sudut baru kemudian syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor –faktor lain, sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode, yaitu :
1. Metode Bowditch
Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung.
2. Metode Transit

Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan proyeksi jarak langsung terhadap sumbu x ( untuk absis ) dan terhadap y ( untuk ordinat ). Semakin besar jarak datar langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar, demikian pula sebaliknya.

Senin, 07 September 2009

Resume ILmu Ukur Tanah 1

Ilmu ukur tanah adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi permukaan bentuk bumi baik unsure alam maupun unsure buatan manusia pada bidang datar dengan cakupan ½o x ½o atau 55 km x 55 km. ilmu ukur tanah merupakan bgian dari ilmu geodesi, ilmu ukur tanah dinamakan juga (plan Surveying).
Ilmu geodesi adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi babik unsure alam maupun unsure buatan manusia yang memperhatikan kelengkungan bumi atau cakupan wilayah lebih dari ½o x ½o atau 55 km x 55 km.
Pekerjaan-pekerjaan pada ilmu ukur tanah terdiri dari :
1. Pengukuran Kerangka dasar Vertikal (KDV)
2. Pengukuran Kerangka dasar Horizontal (KDH)
3. Pengukuran titik Detail
Pengukuran KDV dapat terdiri dari :
a. Pengukuran sipat datar => alat yang digunakan Water pass
b. Pengukuran trigonometric => Theodolit
c. Pengukuran barometris => Barometer

Pengukuran kerangka dasar Horizontal (polygon)
• Polygon visual : 1. Polygon terbuka 2. Polygon tertutup
1. Polygon terikat sempurna => a. terikat sudut b. terikat koordinat
2. Polygon terikat sebagian => polygon terikat sudut saja atau koordinat saja.
3. Polygon tidak terikat

• Triangulasi jaring-jaring yang di ukur sudut-sudutnya saja.

• Trilaterasi jaring-jaring yang di ukur sisi-sisinya saja


• Triangulaterasi jaring-jaring yang dapat diukur sudut dan sisi-sisinya.
a) Chain survey
Alat yang diperlukan dalam teknik ini adalah: kompas, 2 buah rol meter (biasanya 20- 50 meter), beberapa tongkat setinggi 2 meter yang salah satu ujungnya runcing, sejumlah patok, buku catatan, dan pensil. Teknik survei ini mencakup dua metode dasar, yaitu offset survey dari sebuah garis dasar (baseline) dan compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang sama. Bila tingkat akurasi yang diharapkan tidak terlalu tinggi, kedua metode tersebut berguna untuk membuat peta situs secara cepat.
Offset Survey
Teknik ini dapat digunakan bila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit dan pematang, atau dapat pula digunakan pada objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan, seperti sebaran artefak paleolitik atau sebaran artefak di situs bengkel neolitik. Teknik ini dapat pula dipakai untuk membuat layout kotak-kotak untuk ekskavasi, atau untuk mencatat indikasi permukaan tanah dan kegiatan pengoleksian artefak.
Langkah-langkah (lihat Farrington 1997):
Pilih titik awal untuk melakukan survei - disebut sebagai titik (stasiun) A _ pada jarak 3-15 m dari titik sudut terluar dari suatu situs. Tandai stasiun A dengan tongkat. Tariklah baseline dari stasiun A ke stasiun B. Baseline ini usahakan untuk sejajar dengan axis situs atau objek. Stasiun B juga harus berada pada jarak yang cukup jauh dari sudut luar lain dari suatu situs. Tandai pula stasiun B dengan tongkat.
Catatan: bila situs atau objek survei itu panjang dan berbentuk kurva, maka perlu dibuat baseline kedua dari stasiun B ke stasiun C Ukur dan catat panjang baseline. Panjang baseline biasanya sama dengan panjang maksimum suatu rol meter.
Berdirilah sejauh 5 m di belakang stasiun A dan tembak stasiun B dengan kompas, catat posisinya dalam derajat.
(1) Perpendicular Offset
Pada dasarnya metode ini digunakan untuk mencatat posisi tiap titik (gejala) yang sudah dicatat pada sket (lihat gambar II.1) terhadap baseline. Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Letakkan rol meter di sepanjang baseline. Berjalanlah di sepanjang baseline dari stasiun A menuju ke stasiun B sampai titik 1 berada tegak lurus baseline. Untuk memperoleh perpotongan yang tegak lurus antara kedua garis tersebut, dapat digunakan penggaris siku, rumus Trigonometri, kompas, atau dengan perkiraan saja. Tandai titik perpotongan tadi (tanda X) dengan patok. Ukurlah jarak antara stasiun A dengan titik X dan dari titik X ke titik 1. Catatlah hasil pengukuran tersebut di dalam buku catatan lapangan Lakukan hal yang sama untuk titik-titik yang lain, sesuai nomor urut yang telah ditentukan.
(2) Intersection
Metode ini cocok untuk diterapkan pada titik (gejala) yang letaknya saling berjauhan (lebih dari 10 m). Dalam metode ini, titik (gejala) yang disurvei dapat diplot melalui pengukuran dari stasiun A dan B yang lokasinya tetap. Jarak stasiun A dan B haruslah cukup jauh dari objek survei. Pengukuran dapat dilakukan dengan atau pun tanpa kompas (lihat gambar II.3, II.4). Dalam survei tanpa kompas, alat utama yang digunakan adalah rol meter.
Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan kompas adalah sebagai berikut. Dari stasiun A bidik dengan kompas semua titik (gejala) yang sudah ditandai secara berurutan, dimulai dari titik 1. Pada waktu membidik titik tersebut, berdirilah padajarak 5 m di belakang stasiun A. Pindahlah ke stasiun B, ulangi pengukuran dengan cara yang sama, untuk semua titik (gejala). Pengukuran dikatakan akurat bila sudut yang diperoleh berkisar antara 35o-145o. Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan rol meter adalah sebagai berikut. Tempatkan ujung sebuah rol meter di stasiun A, dan sebuah lagi di stasiun B Ukurlah jarak tiap-tiap titik (gejala) dari kedua stasiun. Teknik ini mempunyai keterbatasan pada pengontrolan besar sudut yang diperoleh dari hasil pengukuran dari kedua stasiun.

b) Theodolite Survey
Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations (Farrington 1997). Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997). Alat-alat yang diperlukan: sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Cara pembacaan sudut berbeda antara satu tipe teodolit dengan tipe yang lain. Tiap teodolit mempunyai sebuah skala vernier.